Minggu, 07 Desember 2014

TENTANG PEMERIKSAAN PAJAK ......

PEMERIKSAAN PAJAK

            Hak melakukan pemeriksaan pajak terhadap WP oleh UU KUP hanya diberikan kepada Dirjen Pajak. Hak ini merupakan bagian dan fungsi pengawasan terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan bersifat terbatas. Yang dimaksud bersifat terbatas adalah pada aktivitasnya harus selaras dengan tujuan pemeriksaan, namun tidak terbatas pada objek yang diperiksa. Artinya setiap WP tidak luput dan kemungkinan untuk dilakukan pemeniksaan.
            Kapan hak ini muncul? UU KUP tidak secara khusus menentukan. Yang dijelaskan hanya tujuan pemeriksaan yaitu menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak. Meskipun pemeriksaan pajak adalah hak, namun dalam kasus tertentu (seperti untuk WP yang mengajukan permohonan restitusi pajak) pemeriksaan pajak adalah kewajiban bagi Dirjen Pajak.

1.  Pengertian Pemeriksaan.

Secara resmi, definisi pemeriksaan mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan perubahan UU KUP. Pada awal benlakunya UU KUP, pemeriksaan dengan nama “tindakan pemeriksaan” didefinisikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh petugas perpajakan dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap WP, untuk mencari bahan-bahan guna penghitungan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar. Selanjutnya pada perubahan pertama UU KUP (berlaku I Januani 1995), pemeriksaan didefinisikan sebagai serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan mengelola data dan/atau keterangan Iainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan berdasarkan ketentuan per-UU-an Pajak. Pada perubahan kedua UU KUP (berlaku 1 Januaij 2001), definisi pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak.
Perubahan terakhir UU KUP yang mulai berlaku 1 Januari 2008, pemeriksaan didefinisikan sebagal “serangkaian kegmatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara obfektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakar, dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuari per-UU-an Pajak”.
Pada prinsipnya tidak ada perubahan dalam pengertian pemeriksaan yang menyangkut aktivitas pemeriksa yaitu mencari atau menghimpun bahan/data/keterangan/bukti. Perubahan hanya pada tujuan pemeiksaan yang sebelumnya guna penghitungan jumlah pajak yang terhutang dan jumlah pajak yang harus dibayar diubah terakhir menjadi untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perpajakan.
1. Kriteria Pemeriksaan untuk Menguji Kepatuhan WP.

            Pemeriksaan merupakan kewenangan yang dimiliki oleh Dirjen Pajak dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak. Meskipun merupakan kewenangan namun dalam hal WP mengajukan permohonan restitusi pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B UU KUP, pemeriksaan harus dilakukan oleh Dirjen Pajak. Dengan demilcian, pemeriksaan selain dilihat sebagai kewenangan dalam arti dapat dilakukan oleh Dirjen Pajak, pemeriksaan juga merupakan suatu keharusan bagi Dirjen Pajak. Untuk kedua hal tersebut kriterianya adalah sebagai berikut:

a. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 17 B UU KUP;
b. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
d. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
e. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
f. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi melampaui jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau
g. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko.

2. Pemeriksaan Untuk Tujuan Lain

            Ruang Iingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan per-UU-an Pajak dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan kiriteria antara lain:
a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Venfikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menten Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
f. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
k. memenuhi permintaan informasi, dan negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

3. Kewajiban WP yang Diperiksa.
Pasal 29 UU KUP mengatur tentang kewajiban WP ketika dilakukan pemeriksaan, yaitu sebagai berikut:
A. WP yang diperiksa wajib:
1).  memperlihatkan dan/atau meninjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas WP, atau objek yang terutang pajak;
2) memberikan kesempatan urituk memasuki tempat atau yang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
3) memberikan keterangan lain yang diperlukan.
B. Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasj, dan keterangan lain tersebut wajib dipenuhi oleh WP paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.
C. Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, WP terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.

4. Produk Pemeriksaan dalam rangka Menguji Kepatuhan WP

Hasil pemeriksaan pajak dapat berupa SKP, STP atau dapat juga ditingkatkan menjadi pemeriksaan bukti permulaan dalam hal hasil pemeriksaan memberikan indikasi adanya tindak pidana di bidang perpajakan. Secara detil, produk dimaksud dapat diuraikan sebagai berikut:
a. SKP KB, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar (Pasal 13 ayat 1 UU KUP);
b. SKP LB, apabila berdasarkan hash pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang (Pasal 17 ayat 1
UU KUP);
c. SKP Nihil apabila berdasarkan hash pemeriksaan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak;
d. SKP KBT apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak terutang (menurut SKP KB), setelah dhlakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP KBT (Pasal 15 ayat 1 UU KUP);
e. STP apabila ditemukan sanksi administrasi berupa denda I bunga (Pasal 14 UU
KUP);
f. Pemeriksaan dapat ditingkatkan menjadi pemeriksaan bukti permulaan apabila ditemukan indikasi adanya tindak pidana di bidang perpajakan.


5. Sanksi apabila WP tidak memenuhi kewajibannya ketika diperiksa.

Apabila WP tidak memenuhi kewajiban ketika dilakukan pemeriksaan maka dapat dikenakan sanksi baik sanksi administrasi ataupun sanksi pidana tergantung jenis pelanggarannya. Yang akan diuraikan pada sub-bab ini adalah apabila WP:
a. menolak dilakukan pemeriksaan;
b. tidak memperlihatkan dan/atau tidak meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghashlan yang diperoleh, kegiatan usaha, atau pekerjaan bebas WP;
c. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
d. tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan tidak memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
e. tidak memberikan keterangan lain yang diperlukan.


            Apabila Wajib Pajak melakukan tindakan sebagaimana huruf a,b, dan c maka atas tindakan tersebut dapat dikenai sanksi administrasi pasal 13 ayat (1) huruf d dan ayat (3) ataupun sanksi pidana menurut pasal 39 ayat (1) huruf e, f , dan g serta ayat (2) UU KUP. Tindakan pada huruf d dan e tidak termasuk dalm tindak pidana di bidang perpajakan, karena tidak diatur dalam UU KUP sebagai tindak pidana. Namun demikian tetap dikenai sanksi administrasi karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) huruf d dan ayat 3 UU KUP.

RH In-House Training
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Akuntansi dan Perpajakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar