Minggu, 07 Desember 2014

SEKILAS MENGENAI PEMBAYARAN PAJAK BERDASARKAN UU PAJAK

PEMBAYARAN PAJAK

            Pembayaran pajak terutang adalah kewajiban yang melekat pada diri setiap WP yang bertanggungjawab terhadap pembayarannya ke Kas Negara, balk sebagai pemikul beban pajak maupun sebagai pemotong atau pemungut pajak.
1. Kewajiban dan Sarana Pembayaran Pajak.
            Setelah diketahui adanya pajak terutang (objek pajak) dan pihak yang bertanggung jawab terhadap pembayarannya ke Kas Negara (subjek pajak), kewajiban berikutnya adalah pembayaran dan penyetoran pajak. Kewajiban membayar pajak yang terutang dinyatakan dalam Pasal 10 ayat 1 UU KUP yang berbunyi: “WP wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang dengan menggunakan SSP ke kas negara melalui tempat pembayaran yg diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”.
Sarana yang dipakai untuk pembayaran dan penyetoran pajak adalah SSP. SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SSP berfungsi sebagal bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah mendapatkan validasi, dengan Nomor Transaksi Penenimaan Negara {NTPN}. (Pasal 10 ayat 1 a UU KUP).
2. Jatuh Tempo Pembayaran Pajak dan Sanksi Administrasi Atas Keterlambatannya.

A. Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran/penyetoran Pajak Suatu Saat/Masa Pajak.
Berdasarkan Pasal 9 ayat 1 UU KUP, tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak ditentukan oleh Menteri Keuangan, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Berdasarkan PMK No. 184/PMK.03/2007 Jo. PMK No. 80/PMK.03/201 0 ditentukan, sebagai benikut:
No
Jenis pajak
Jatuh tempo
1
PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong Pajak
Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
2
PPh Pasal 4 ayat (2) yang yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
Paling lama tanggal 15 bulan benikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
3
PPh Pasal 15 yang dipotong oleh Pemotong Pajak
Paling lama tanggal 10 bulan benikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
4
PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri
Paling lama tanggal 15 bulan benikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
16.
PPN dan PPnBM yang
pemungutannya dilakukan oleh
Pemungut PPN selain
Bendahara Pemenintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk
Paling 1ama 15 bulan berikutnya setelah
Masa Pajak berakhir
17
PPh pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa.
Paling 1ama pada akhir Masa Pajak berakhir
18
Pembayaran Masa selain PPh pasal 25 bagi WP dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat(3b) UU KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Paling 1ama sesuai dengan batas waktu untuk masing masing jenis pajak
Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk han Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Termasuk hari libur nasional adalah hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
B. Sanksi Administrasi Atas Keterlambatan Pembayaran Masa.
            Sanksi administrasi apabila pembayaran atau penyetoran dilakukan setelah tanggal jatuh tempo seperti tsb diatas, adalah berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dan bulan dihitung penuh 1 bulan. (Pasal 9 ayat 2a UU KUP).
Contoh: Angsuran masa PPh Pasal 25 Tahun 2010 sejumlah Rpl0juta per bulan. Angsuran Masa Pajak Mel Tahun 2010 dibayar tanggal 18 Juni 2010 dan dilaporkan tanggal 19 Juni 2010. Tanggal 15 Juli 2010 diterbitkan STP dengan sanksi bunga I buJan (15 Juni ski 18 Juni) atau sebesar : lx 2% x Rp.10.000.000,00  = Rp.200.000,00
C . Pembayaran Kekurangan Pajak Terutang Berdasarkan SPT Tahunan PPh.

            Jatuh tempo pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh harus dibayar lunas sebelum PT PPh tsb. disampaikan (Pasal 9, ayat 3 UU KUP). Atas pembayaran/penyetoran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian SPT Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulal dan berakhirnya batas waktu penyampalan SPT Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dan bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan (Pasal 9 ayat 2b UU KUP).

D. Pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan STP, SKP KB, SKP KBT, SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding serta Putusan Peninjauan Kembali.
            Dalam Pasal 9 ayat 3 UU KUP ditetapkan bahwa:” STP, SKP KB, serta SKP KBT, dan SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kemball, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.”
Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan tersebut dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan PMK (Pasal 9 ayat 3a UU KUP). Dalam PMK No. 187/PMK.03/2007, batasan WP usaha kecit ditentukan sbb:

1.  WP Orang Pribadi usaha kecil dengan kriteria sbb:
• WP Orang Pribadi dalam negeri; dan
• Menerima atau memperoleh peredaran usaha dan kegiatan usaha atau menerima penenimaan bruto dan pekerjaan bebas dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dari Rp.600juta (enam ratus juta rupiah).

2.  WP Badan dengan kriteria sebagai berikut:
• modal WP Badan 100% dimiliki oleh WNI;
• menerima atau memperoleh peredaran usaha dalam Tahun Pajak sebelumnya tidak lebih dan       Rp. 900juta (sembilan ratus juta rupiah).
            WP di daerah tertentu adalah WP yang tempat tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usahanya berlokasi di daerah tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak.
Sanksi bagi keterlambatan pembayaran jumlah pajak yang masih harus dibayar dalarn kétentuan ini diatur dalam Pasal 19 ayat I UU KUP yang berbunyi:”Apabila SKP KB atau SKP KBT, serta 8K Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali,yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dan tan ggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya STP, dan bagian dan bulan dihitung penuh I (satu) bulan.”

3. Hak WP Berkaitan dengan Pembayaran Pajak.
            Berkaitan dengan pembayaran pajak, WP mempunyai hak untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak khususnya bagi WP yang mengalami kesulitan likuiditas yaitu dengan cara mengajukan permohonan. Hal ml diatur dalam Pasal 9 ayat 4 UU KUP yang menyatakan bahwa:”Dirjen Pajak atas permohonan WP dapat membenikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 12 (dua belas) bulan, yg pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”.

4. Sanksi Administrasi akibat Angsuran dan/atau Penundaan Pembayaran Pajak.
Sanksi administrasi berkaitan dengan dikabulkannya permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak baik sebagian maupun seluruhnya diatur dalam Pasal 19 ayat 2 UU KUP yang berbunyi:”Dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenal sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dan jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dan bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.”
Contoh:
a. WP menerima SKP KB sebesar Rp.1.120.000,00 yang diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari 2009. WP tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka waktu 5 (lima) bulan dengan jumlah yang tetap sebesar Rp.224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sbb:
angsuran ke- l :2% x Rp.1.120.000,00                        =                                              Rp.22.400,00
angsuran ke-2 : 2% x Rp. 896.000,00                         =                                              Rp.17.920,00
angsuran ke-3: 2% x Rp. 672.000,00                          =                                              Rp.13440,00
angsuran ke-4 : 2% x Rp. 448.000,00                         =                                              Rp. 8.960,00
angsuran ke-5: 2% x Rp. 224.000,00                          =                                              Rp. 4.480,00
b. WP sebagaimana dimaksud dalam huruf a diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan tanggal 30 Juni 2009.
Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran SKP KB tersebut adalah sebesar: 5 x 2% x Rp.I.120.000,00 = RpI 12.000,00

5.Sanksi Pidana terhadap WP yang tidak memenuhi kewajiban Penyetoran Pajak.
Yang termasuk dalam tindak pidana di bidang perpajakan berkaitan dengan kewajiban pembayaran atau penyetoran pajak adalah apabila WP tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dengan ancaman pidana penjara, sebagaimana dirumuskan dalam pasal 39 ayat (1) huruf i UU KUP dan hukuman itu dilipat duakan apabila terjadi pengulangan dalam waktu 1 tahun setelah selesai menjalani pidana yang pertama dijatuhkan. { pasal 39 ayat (2) UU KUP}



RH In-House Training
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Akuntansi dan Perpajakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar