Rabu, 03 Desember 2014

TAHUKAH ANDA ....TENTANG PPh PASAL 26?

PAJAK PENGHASILAN PASAL 26

            Atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, BUT, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada wajib pajak luar negeri selain BUT di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a.       Dividen
b.      Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang;
c.       Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d.      Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e.       Hadiah dan penghargaan;
f.       Pension dan pembayaran berkala lainnya;
g.      Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau;
h.      Keuntungan karena pembebasan utang.

Misalnya suatu badan subjek pajak dalam negeri membayarkan royalty sebesar Rp.100.000,00 (seratus juta rupiah) kepada wajib pajak luar negeri, subjek pajak dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong PPh sebesar 20% (dua puluh persen) dari Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Contoh lain, seorang atlet luar negeri yang ikut mengambil bagian dalam perlombaan lari marathon di Indonesia kemudian merebut hadiah uang atas hadiah tersebut dikenai pemotongan PPh sebesar 20% (dua puluh persen).

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia dikenai pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.

Contoh :
Penghasilan kena Pajak BUT di Indonesia dalam tahun 2009                       Rp.17.500.000.000,00
PPh :28% x Rp.17.500.000.000,00                                                                 Rp.  4.900.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak                                                            Rp.12.600.000.000,00
PPh Pasal 26 yang terutang 20% x Rp.12.600.000.000 = Rp.2.520.000.000,00

Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp.12.600.000.000 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia, maka atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.
·      Pemotongan PPh Pasal 26 bersifat final, kecuali atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status menjadi wajib pajak dalam negeri BUT.
Contoh :
A sebagai tenaga kerja asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT. B sebagai wajib pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung mulai tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja tersebt diperpanjang menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2009.

Jika Perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai wajib pajak luar negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah dari wajib pajak luar negeri menjadi wajib pajak alam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan Januari sampai dengan Maret 2009 atas penghasilan bruto A telah dipotong PPh pasal 26 oleh PT. B.

Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk menghitung PPh yang terutang atas penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2009, PPh pasal 26 yang telah dipotong dan disetor PT. B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat dikreditkan terhadap pajak dalam negeri.
Perjanjian penghindaran Pajak Berganda (P3B)
            Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah Negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, dengan maksud:
a.       Meningkatkan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara lain
b.      Sebagai suatu perangkat hukum yang berlaku khusus (lex-spesialis)
c.       Mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing Negara
d.      Memberikan kepastian hukum
e.       Menghindarkan pengenaan pajak berganda
f.       Mencegah pengelakan pajak
g.      Mengacu pada konvensi internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing Negara.

Tarif PPh Pasal 26

No
Obyek
Tarif
Dasar
Perhitungan

1
Dividen
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
2
Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
3
Royalti,Sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
4
Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
5
Hadiah dan penghargaan
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
6
Pensiunan dan Pembayaran berkala lainnya
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
7
Premi Swap dan transaksi lindung nilai lainnya
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
8
Keuntungan karena pembebasan utang
20% atau Tarif P3B
Jumlah Bruto
9
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2) UU PPh yang diterimawajib pajak LN selain BUT di Indonesia
20% x Perkiraan Phs Neto atau Tarif P3B
Harga Jual
10.
Premi Asuransi, termasuk Premi Reasuransi



Dibayarkan tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di LN, baik secara langsung maupun melalui pialang
20% x 50% atau 10% atau Tarif P3B
Premi yang dibayarkan

Dibayarkan Perusahaan Asuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN, baik secara langsung maupun melalui pialang
20% x 10% atau 2% atau Tarif P3B
Premi yang dibayarkan

Dibayarkan Perusahaan Reasuransi di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di LN, baik secara langsung maupun melalui pialang
20% x 5% atau 1% atau Tarif P3B
Premi yang dibayarkan
11
Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimkaksud dalam pasal 18 ayat (3c) UU PPh
20% x Perkiraan Phs Neto atau Tarif P3B
Harga Jual
12
Penghasilan BUT, kecuali ditanamkan kembali di Indonesia
20% atau tarif P3B
Penghasilan Kena Pajak – PPh BUTdi Indonesia



RH In-House Training
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Akuntansi dan Perpajakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar