Rabu, 03 Desember 2014

SEKILAS TENTANG PERUBAHAN UU PPN......

                                    Perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
            Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 berlaku sistem perpajakan dengan system Pajak Penjualan 1951. Sistem Pajak Penjualan, tidak memadai untuk menampung kegiatan masyarakat dan belum mencapai sasaran kebutuhan pembangunan, antara lain untuk meningkatkan penerimaan Negara, mendorong ekspor, dan pemerataan pembebanan  pajak. Dalam rangka itulah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang mencabut Undang – Undang Nomor 35 Tahun 1951 tentang Penetapan  Undang – Undang Darurat Nomor 19 Tahun 1951 tentang pemungutan pajak Penjualan sebagai Undang – Undang sebagaimana beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang – Undang Nomor 2 tahun 1968 tentang Perubahan dan Tambahan Undang – Undang Pajak Penjualan 1951. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah mulai berlaku sejak 1 April 1985 yang disebut dengan UU PPN 1984.t
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sangat dipengaruhi oleh perkembangan transaksi bisnis serta pola konsumsi masyarakat yang merupakan objek dari Pajak Pertambahan Nilai. Dalam rangka menjawab perubahan yang sangat cepat, perlu dilakukan pembaruan dan penyempurnaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Perubahan Undang – Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa  dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah telah dilakukan sebanyak tiga kali yaitu :
1. Perubahan pertama, pada tahun 1994 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 1994 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1995
2. Perubahan kedua, pada tahun 2000 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18  tahun 2000 yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2001
3. Perubaha ketiga, pada tahun 2009, dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 42  tahun 2009 yang mulai berlaku sejak 1 April 2010.
Dalam perubahan Undang – Undang Pajak Pertambahan Nilai yang terakhir yaitu perubahan ketiga dalam Undang – Undang Nomor 42 Tahun 2009 mempunyai tujuan, antara lain :
1. Meningkatkan kepastian hukum dan keadilan bagi pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
2. Menyederhanakan sistem Pajak Pertambahan Nilai
3  Mengurangi biaya kepatuhan
4. Meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
5. Tidak mengganggu penerimaan Pajak Pertambahan Nilai
6. Mengurangi distorsi dan peningkatkan kegiatan ekonomi

B. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
Untuk memudahkan dalam memahami Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, perlu diketahui tentang karakterisratik PPN sebagai berikut:
1. Pajak Pertambahan Nilai sebagai Pajak tidak Langsung.
Karakter PPN sebagai pajak tidak langsung ini menimbulkan konsekuensi yurisdis bahwa antara pemikul beban pajak (destinaris pajak) dengan penanggung jawab atas penyetoran pajak ke kas Negara berada pada pihak-pihak yang berbeda. Pemikul beban pajak ini berada pada pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Penerima Jasa Kena Pajak (JKP). Sedangkan penanggung jawab atas pelaporan/penyetoran pajak ke kas Negara adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertindak selaku penjual BKP atau pengusaha JKP selaku pengusaha yang meyerahkan JKP.
2. PPN adalah pajak objektif
Pengertian dari pajak objektif adalah suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh factor Objektif, yaitu adanya taatbestand. Adapun maksud dari taatbestand adalah keaadaan , peristiwa, atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak yang juga disebut dengan Objek Pajak . Oleh karena itu, timbulnya kewajiban untuk membayar Pajak Pertambahan Nilai ditentukan oleh adanya Objek Pajak. PPn adalah pajak objektif yang memiliki 3 unsur:
a. timbulnya kewajiban pajak sangat ditentukan oleh adanya objek pajak
b.kondisi subjektif subjek pajak tidak relevan
c. tidak memperhatikan asas keadilan pemungutan pajak.
Tidak diperhatikannya asas keadilan dalam pemungutan pajak, menimbulkan dampak regresif yaitu kesenjangan beban pajak. Untuk mengurangi dampak regresivitas PPN, bagi konsumen yang mengkonsumsi BKP yang tergolong mewah dikenakan PPnBM disamping PPN.
3.  PPN Indonesia menggunakan tarif tunggal
Dalam pasal 7 ayat 1 (satu) UU  PPN 1984 mengatur bahwa atas penyerahan BKP dikenakan PPN dengan tarif 10%, ayat (2) tarif ekspor sebesar 0% dan ayat (3) ditentukan bahwa dengan peraturan pemerintah, tarif tersebut pada ayat (1) dapat dinaikkan setinggi-tingginya 15% atau diturunkan serendah-rendahnya 5%.
4. PPN bersifat Netral
Netralitas Pajak Perambahan Nilai dibentuk oleh dua factor yaitu:
a.       PPN dikenakan atas konsumsi barang maupun jasa
b.      Dalam pemungutannya, PPN menganut prinsip tempat tujuan.

5. PPN bersifat multi stage levy
PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi dan jalur distribusi. Setiap penyerahan barang yang menjadi obyek PPN mulai dari tingkatpabrikan (manufacturer) kemudian di tingkat pedagang besar (wholesaler) dalam berbagai bentuk atau nama sampai dengan tingkat pedagang pengecer (retailer) dikenakan PPN.

6. PPN tidak menimbulkan dampak Pengenaan Pajak Berganda
PPN tidak menimbulkan dampak kumulatif karena dalam penghitungan pajak terutang yang wajib disetor ke kas Negara, PPN menerapkan indirect substraction method (metode pengurangan tidak langsung ) sehingga konsumen akhir tidak memikul beban pajak yang tinggi. Kemungkinan pengenaan Pajak Berganda seperti yang dialami dalam era UU Pajak Penjualan (PPn) 1951 dapat dihindari sebanyak mungkin karena Pajak Pertambahan Nilai dipungut atas Nilai Tambah (Value Added Tax).

7. Metode perhitungan PPN indirect subtraction method/tax credit method/invoice method
PPN menggunakan metode pengurangan tidak langsung (indirect subtraction method) yang disebut juga dengan nama metode kredit pajak (tax credit method) atau metode Faktur Pajak (invoice method). Berdasarkan metode ini PPN terutang yang disetor ke kas Negara dihitung dengan cara mengurangkan (mengkreditkan) PPNyang dibayar atas pembelian/perolehan (PM) dengan PPN yang dipungut atas penyerahan barang atau jasa (PK).

8. PPN adalah pajak konsumsi di dalam negeri
PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikonsumsi di dalam Daerah Pabean Republik Indonesia. Apabila barang atau jasa akan dikonsumsi di luar negeri, tidak dikenakan PPN di Indonesia. Hal ini sesuai dengan prinsip tempat tujuan (destination principle) yang digunakan dalam pengenaan PPN yaitu PPN dikenakan di tempat tujuan barang atau jasa akan dikonsumsi. Dengan destination principle ini, maka PPN bersikap netral dalam perdagangan internasional karena tidak bersikap diskriminatif terhadap barang produk domestic dan produk impor, sehingga PPN tidak mempengaruhi pola konsumsi, pola produksi, dan pola distribusi.

C. Mekanisme Pemungutan PPN di Indonesia
Pada awalnya mekanisme pemungutan PPN di Indonesia hanya mengenal dua mekanisme yang berlangsung sejak 1 April 1985 sampai dengan tahun 1986 berdasarkan UU Nomor 8 tahun 1983, yaitu :
1.      Metode Pengurangan Tidak Langsung (Indirect Substraction Method )dengan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP sebagai Subjek Pajaknya.
2.      Metode memungut, menyetor, dan melaporkan sendiri PPN dan PPnBM yang terutang atas Impor BKP (Self Imposition Method).
Pada periode tersebut, diindikasikan banyaknya kecurangan dan penyelewengan yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang tidak bertanggung jawab yang tidak menyetorkan PPN dan PPnBM yang dipungut dari konsumennya. Saat ini secara umum mekanisme PPN dan PPnBM di Indonesia ada tiga, yaitu :
1.      Indirect Substraction Method
Merupakan metode pengurangan tidak langsung yaitu cara mengurangkan pajak keluaran yang diambil dengan pajak masukan yang didapat, dengan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau JKP sebagai subjek Pajaknya. Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN yang bersifat umum. Mekanisme ini diatur dalam pasal 9 dan 13 UU PPN 1984, sebagai berikut :

Oval: PKP

Oval: SIAPAPUNRight Arrow: BKP / JKP                       


                                                                FP
                                                                                                                 
Setiap PKP yang menyerahkan BKP atau JKP diwajibkan membuat Faktur Pajak untuk memungut pajak yang terutang yang disebut Pajak Keluaran
a.       Pada saat PKP membeli BKP atau menerima JKP dari PKP lain, juga membayar pajak yang terutang, yang dinamakan Pajak Masukan (inpit tax)
b.      Pajak pada akhir Masa Pajak, Pajak Masukan tersebut dikreditkan dengan Pajak Keluaran.

2.      Direct Substraction Method
Oval: KAS             NEGARAMetode yang menggunakan Bendaharawan Pemerintah dan KPKN sebagai pemungut PPN atas transaksi pembayaran yang dulakukan bendaharawan dengan menggunakan dana dari APBN/APBD. Mekanisme ini merupakan mekanisme PPN yang bersifat khusus . Mekanisme ini diatur dalam Pasal 16A UU PPN 1984, sebagai berikut:


                                                                                                PPN
Oval: WAPU
Oval: PKP
Right Arrow: BKP / JKP
 




                                                  FP +
                                                                                                              


a.      Bendahara dan Instansi Pemerintah ditunjuk sebagai Pemungut PPN (Wajib Pungut WAPU)
b.      PKP yang menyerahkan BKP atau JKP kepada Pemungut PPN, wajib membuat Faktur Pajak
c.       Pada saat Pemungut PPN tersebut melakukan pembayaran Harga JUal atau Penggantian, “memungut” pajak yang terutang, kemudian menyetorkan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama PKP dan melaporkannya kepada KPP, kemudian SSP tersebut diserahkan kepada PKP yang bersangkutan.
3.      Self Imposition method
Pemungutan PPN yang dilakukan sendiri oleh perusahaan ataupun orang pribadi yang melakukan usaha. Contoh Impor JKP/BKP tak berwujud oleh PKP dan Bukan PKP, Obyek PPN Pasal 16 C atas kegiatan membangun sendiri dan 16D.

D. Metode Perhitungan PPN di Indonesia
Untuk menghitung PPN atas nilai tambah dapat dilakukan melalui tiga metode yaitu:
1.      Subtraction method (metode pengurangan secara langsung), yaitu dengan cara mengalikan tarif PPN dengan selisih antara harga jual dengan harga beli.
2.      Indirect Subtraction method (metode pengurangan secara tidak langsung ), yaitu dengan cara mengurangkan PPN yang dipungut oleh penjual atau pengusaha jasa atas penyerahan barang atau jasa, dengan PPN yang dibayar kepada penjual atau pengusaha jasa lainnya.
3.      In atas perolehan barang atau jasa.
4.      Addition method (metode penghitungan nilai tambah), yaitu mengalikan tarif PPh dengan hasil penjumlahan unsur-unsur nilai tambah.

RH In-House Training
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Akuntansi dan Perpajakan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar