SURAT
KETETAPAN PAJAK DAN SURAT TAGIHAN PAJAK
1. P
engertian Ketetapan
Dalam
self assessment system, beban pembuktian untuk menyatakan bahwa pajak
yang terutang dalam SPT adalah tidak benar berada pada pihak fiskus (Dirjen
Pajak), sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 12 ayat 3 UU KUP yg bunyinya
“Apabila Dirjen Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak yg terutang menurut SPT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Dirjen Pajak menetapkan jumlah
pajak yang terutang.”
Proses pembuktian atau bukti yang diperoleh dapat berasal dan pemeriksaan atau adanya keterangan ‘ain. Maka apabila dan bukti tersebut ternyata jumlah pajak yang terutang menurut WP sebagaimana dilaporkan dalam SPT tidak benar, maka Dirjen Pajak menetapkan jumlah pajak yang terutang dengan menerbitkan SURAT Ketetapan Pajak (SKP). Contoh : PT XYZ adalah WP Badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan barang-barang elektronik. PT XYZ melaporkan seluruh penghasilan tahun 2012 dan kredit pajaknya dalam SPT Tahunan PPh badan Tahun 2012, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp. 1.000.000.000,-
PPh terutang Rp. 282.500.000,-
Kredit Pajak Rp. 202.500.000,-
Pajak yang kurang dibayar Rp. 80.000.000,-
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa pajak yang dihitung dan dilaporkan PT
XYZ dalam SPT PPh Tahun 2012 tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi yang sebenarnya sehingga PPh terutang kurang dilaporkan, maka Dirjen Pajak menetapkan besarnya pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak
2. Surat Ketetapan Pajak (SKP).
A. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP KB).
A. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKP KB).
SKP KB adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Dan definisi tersebut maka format SKP KB adalah sebagai berikut:
·
Jumlah Pokok Pajak Rp.15.000.000,00\
·
Jumlah Kredit Pajak Rp.
5.000.000,00
·
Jumlah Kekurangan Pembayaran
Pokok Pajak Rp. 10.000.000,00
·
Besarnya Sanksi Administrasi Rp. 2.000.000,00
·
Jumlah Pajak Yang Masih Harus
Dibayar Rp. 12.000.000,00
Dibayar Rp. 12.000.000,00
Pasal 13 ayat 1 UU KUP menyatakan
bahwa: “Dalam jangka waktu 5 (lima tahun) setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Dirjen Pajak dapat
menerbitkan SKP KB dalam hal-hal sebagai berikut:
a. apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak
atau kurang dibayar;
b. apabila
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c.
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain mengenai PPN dan PPN BM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih
lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
d. apabila
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak dipenuhi
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
e. apabila
kepada WP diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).
1. Pasal 13 ayat (2) menyatakan bahwa : Atas jumlah kekurangan pajak yg terutang dalam SKP KB tersebut ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKP KB.
Contoh : PT XYZ adalah WP Badan yang melakukan usaha perdagangan barang - barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2012 (tahun takwim) pada tgl 30 April 2013, dengan perincian sbb:
Penghasilan Kena Pajak Rp.1.000.000.000,-
PPh terutang Rp. 282.500.000,-
Kredit Pajak Rp. 202. 500.000,-
Pajak yang kurang dibayar Rp. 80. 000.000,-
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut telah dibayar tgl 29 April 2010.
Apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Kena Pajak seharusnya adaiah
Rp.1.100.000.000,- sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp.312.500.000,00
dan seandainya SKP KB diterbitkan tanggal 10 Oktober 2013, maka rincian SKP KB
adalah sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp.312.500.000,-
Jumlah Kredit Pajak Rp.282.500.000,-
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp. 30.000.000,-
Sanksi administrasi berupa bunga selama 10 bulan ( Januari s.d Oktober 2% x 10
bulan x Rp. 30.000.000,-) Rp. 6.000.000,-
Jumlah pajak yang masih harus Dibayar Rp. 36.000.000,-
2. Atas jumlah kekurangan pajak dalam SKP KB yang diterbitkan berdasar kan Pasal 13 ayat
Jumlah Pokok Pajak Rp.312.500.000,-
Jumlah Kredit Pajak Rp.282.500.000,-
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp. 30.000.000,-
Sanksi administrasi berupa bunga selama 10 bulan ( Januari s.d Oktober 2% x 10
bulan x Rp. 30.000.000,-) Rp. 6.000.000,-
Jumlah pajak yang masih harus Dibayar Rp. 36.000.000,-
2. Atas jumlah kekurangan pajak dalam SKP KB yang diterbitkan berdasar kan Pasal 13 ayat
(1) huruf b, c dan huruf d (angka 2, 3
dan 4 tersebut diatas), ditambah dengan sanksi admnistrasi berupa kenaikan
menurut pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar:
a.
50 % (lima puluh persen) dan Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b.
100 % (seratus persen) dan Pajak Penghasilan yang tidak
atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor,
dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c.
100 % (seratus persen) dan Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang
dibayar.
3. Daluwarsa Penerbitan SKP KB.
Daluwarsa penerbitan SKP KB diatur dalam
Pasat 13 UU KUP yaitu sbb:
a. Daluwarsa
atau jangka waktu Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KB adalah 5
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
(lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
b. Besarnya
pajak yang terutang yang diberitahukan oleh WP dalam SPT menjadi pasti sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam jangka
waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan SKP.
c. Walaupun
jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat,
SKPKB tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar
48 % dan jumlah pajak yg tidak atau kurang dibayar, apabila WP setelah jangka
waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan
atau tindak pidana Iainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan
negara berdasarkan putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Sebagal contoh, atas PPh badan tahun pajak 2009 yang saat
terutang pajaknya adalah akhir Desember 2009, dalam jangka waktu sejak awal
Januari 2010 sampai dengan akhir Desember 2014 Dirjen Pajak berhak menerbitkan
SKP KB dengan kriteria di atas. Sejak awal Januari 2015, SKP KB hanya dapat
diterbitkan (dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48%) apabila WP
dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana
lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.”
B. Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKP KBT).
SKP
KBT adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak
yang teiah ditetapkan (Pasal 1 angka 17 UU KUP). Dan definisi tersebut maka
SKP KBT terdiri
dari:
Jumlah Pajak Sebenarnya Rp.10.000.000,00
Jumlah Pajak Yang Telah Ditetapkan
(SKP KB) Rp. 6.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Rp. 4.000.000,00
Besarnya Sanksi Administrasi Rp. 4.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Yg Masih Harus Dibayar Rp. 8.000.000,00
Jumlah Pajak Sebenarnya Rp.10.000.000,00
Jumlah Pajak Yang Telah Ditetapkan
(SKP KB) Rp. 6.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Rp. 4.000.000,00
Besarnya Sanksi Administrasi Rp. 4.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Yg Masih Harus Dibayar Rp. 8.000.000,00
Kewenangan dan kriteria penerbitan SKP KBT diatur dalam Pasal
15 ayat 1 UU KUP yang berbunyi :“Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KBT dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang
mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP KBT”.
Yang dimaksud data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak terutang yang oleh WP belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang:
Yang dimaksud data baru adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak terutang yang oleh WP belum diberitahukan pada waktu penetapan semula, baik dalam SPT dan lampiran lampirannya maupun dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan. Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang semula belum terungkap, yaitu data yang:
a.
tidak diungkapkan oleh WP dalam SPT beserta Iampirannya
(termasuk laporan keuangan); dan/atau
b.
pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula WP tidak
mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar, lengkap,
dan terinci sehingga.
tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundangu undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
tidak memungkinkan fiskus dapat menerapkan ketentuan peraturan perundangu undangan perpajakan dengan benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.
c.
Walaupun WP telah memberitahukan data dalam SPT atau
mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya atau
mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dan yang seharusnya, hal tersebut
termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap.
mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dan yang seharusnya, hal tersebut
termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap.
Contoh:
·
Dalam SPT dan/atau laporan keuangan tertulis
adanya biaya Gaji Rp.10.000.000,00, sedangkan sesungguhnya biaya tersebut
terdiri atas Rp.5.000.000,00 biaya gaji pegawai dan Rp.5.000.000,00 sisanya
adalah PPh yang ditanggung perusahaan (natura) yang tidak boleh dibebankan
sebagai biaya. Apabila pada saat penetapan semula WP tidak mengungkapkan
perincian tersebut sehingga fiskus tidak melakukan koreksi atas pengeluaran
berupa biaya PPh atau natura sehingga pajak yang terutang tidak dapat dihitung
secara benar, data mengenai pengeluaran berupa biaya PPh atau riatura tersebut
tergolong data yang semula belum terungkap.
·
Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian
sejumlah barang dan Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh
Pengusaha Kena Pajak penjual diterbitkan faktur pajak. Barang-barang tersebut
sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung dengan
kegiatan usahanya, seperti pengeluaran untuk kegiatan produksi, distribusi,
pemasaran, dan manajemen, dan sebagian lainnya tidak mempunyai hubungan
langsung. Seluruh faktur pajak tersebut dikreditkan sebagai Pajak Masukan oleh
Pengusaha Kena Pajak pembeli. Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena
Pajak tidak mengungkapkan rincian penggunaan barang tersebut dengan benar
sehingga tidak dilakukan koreksi atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut oleh
fiskus, sebagai akibatnya Pajak Pertambahan Nilai yang terutang tidak dapat
dihitung secara benar. Apabila setelah tu diketahui adanya data atau keterangan
tentang kesalahan mengkreditkan Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan
langsung dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan tersebut
merupakan data yang semula belum terungkap.
Contoh penerbitan
SKP KBT
Terhadap SPT PPh Pasal 21 Masa Desember 2011 a/n PT FGH telah dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan SKP KB tanggal 10 Oktober 2012 dengan perincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp. 100.000.000,00
Jumiah Kredit Pajak Rp. 90.000.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp. 10.000.000,00
Sanksi adm. bunga Pasal 13 (2) Rp. 2.000.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp. 12.000.000,00
Terhadap SPT PPh Pasal 21 Masa Desember 2011 a/n PT FGH telah dilakukan pemeriksaan dan diterbitkan SKP KB tanggal 10 Oktober 2012 dengan perincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp. 100.000.000,00
Jumiah Kredit Pajak Rp. 90.000.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp. 10.000.000,00
Sanksi adm. bunga Pasal 13 (2) Rp. 2.000.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp. 12.000.000,00
Pada bulan Mel 2013 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 21 yang belum dipotong oleh PT FGH dan seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa Desember 2011 dengan jumlah pokok pajak Rp.20juta. Sehingga seharusnya jumlah pokok pajak pada Masa Desember 2009 adalah Rp.l20 juta. Misalkan setelah dilakukan pemeriksaan diterbitkan SKP.KBT tanggal 25 Mel 2013, maka rincian SKP.KBT adalah sebagai berikut:
Jumlah Pajak Rp.120.000.000,00
Jumlah Pajak yang telah ditetapkan Rp.100.000.000,00
Tambahan Jumlah Pajak Rp. 20.000.000,00
Besarnya sanksi administrasi (100%) Rp. 20.000.000,00
Tambahan jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp. 40.000.000,00
Daluwarsa
atau jangka waktu Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP KBT diatur dalam Pasal 15
yaitu:
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP.KBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP KBT. Apabila jangka wakttu 5 (lima) tahun tersebut telah lewat, SKP KBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 % dan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal WP setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana Iainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP.KBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKP KBT. Apabila jangka wakttu 5 (lima) tahun tersebut telah lewat, SKP KBT tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 % dan jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal WP setelah jangka waktu 5 tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana dibidang perpajakan atau tindak pidana Iainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
C. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKP
LB)
SKP
LB adalah Surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran
pajak karena jumlah kredit pajak Iebih besar dari pada pajak yang terutang atau
seharusnya tidak terutang. (Pasal 1 angka 19 UU KUP). Kriteria penerbitan SKP
LB diatur dalam Pasal 17 UU KUP, dan dilakukan setelah melalui pemeriksaan atau
setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak. SKP LB masih dapat diterbitkan
lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan/atau data baru ternyata pajak
yang Iebih dibayar jumlahnya ) lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang
telah ditetapkan.
1. SKP LB Hasil
Pemeriksaan.
“Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan, menerbitkan SKP LB apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang”. (Pasal 17 ayat {1} UU KUP). SKP LB disini adalah akibat dilakukannya pemeriksaan atas SPT yang disampaikan WP yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar dan tidak disertai dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila WP setelah menerima SKP LB, menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak, WP wajib mengajukan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). Hal ini dapat terjadi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang (untuk PPh dan PPN) atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar dari pada jumlah pajak yang terutang (untuk PPn BM).
Contoh : PT XYZ adalah WP Badan yang melakukan usaha perdagangan barang barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2012 (tahun takwim) pada tgl 30 April 2013, dengan perincian sbb:
Penghasilan Kena Pajak Rp.1.000.000.000,00
PPh terutang Rp. 282.500.000,00
Kredit Pajak (Rp. 202.500.000,00)
Pajak yang kurang dibayar Rp. 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2013.
Apabila berdasarkan hash pemeriksaan ternyata Penghasilan Kena Pajak seharusnya adalah Rp.900.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya adalah Rp.252.500.000,00, maka Dirjen Pajak menerbitkan SKPLB dengan rincian sbb:
Pajak Yang Terutang Rp.252.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak (Rp.282.500.000,00)
Jumlah Kelebihan Pembayaran Pajak (Rp. 30.000.000,00)
2. SKP LB Hasil
Penelitian Kebenaran Pembayaran Pajak.
Pasal 17 ayat 2 menyatakan bahwa:”Berdasarkan permohonan WP, Dirjen Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan SKP LB apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan”. Menurut Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 190/PMK.03/2007 dalam hal terdapat pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang yaitu terjadi kesalahan pemotongan atau pemungutan yang dapat berupa:
a. terlalu besar dipotong/dipungut;
b. seharusnya tidak dipotong/tidak dipungut dan pajak yang salah dipotong/dipungut tsb telah disetorkan dan dilaporkan, WP yang melakukan pemotongan/pemungutan atau PKP yang melakukan pemungutan tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipotong atau dipungut tsb, maka terhadap:
·
PPh yang salah dipotong atau dipungut tsb dapat
diminta kembali oleh WP yang dipotong/dipungut dengan surat permohonan,
sepanjang belum dikreditkan.
·
PPN dan PPn BM yang salah dipungut tsb dapat
diminta kembali oleh PKP yang dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum
dikreditkan atau belum dibebankan sebagai biaya.
Atas permohonan tersebut Dirjen Pajak setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak dimaksud menerbitkan SKP LB dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak surat permohonan diterima.
Atas permohonan tersebut Dirjen Pajak setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak dimaksud menerbitkan SKP LB dalam jangka waktu paling lama 3 bulan sejak surat permohonan diterima.
D. Surat Ketetapan Pajak Nihil
(SKP Nihil).
SKP
Nihil adalah Surat ketetapan yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
(Pasal 1 angka 18 UU KUP). Ketentuan mengenai penerbitan SKP Nihil
diatur dalam Pasal 17A yang berbunyi: “Dirjen Pajak setelah melakukan
pemeriksaan, menerbitkan SKP Nihil apabila jumlah kredit pajak atau jumlah
pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.” Hal ini
dapat terjadi apabila:
·
untuk PPh, jumlah kredit pajak sama dengan
jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak;
·
untuk PPN, jumlah kredit pajak sama dengan
jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak;
·
untuk PPnBM,
jumlah pajak yg dibayar sama dengan jumlah pajak yg terutang atau pajak tidak
terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
Contoh PT ABC
adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha industri garmen menyampaikan SPT
PPh badan Tahun 2012 pada tgl 30 April 2013 yang menyatakan rugi, dengan
perincian sbb:
Rugi Neto Rp.1 .000.000.000,00
PPh terutang Rp. --
Kredit Pajak Rp. --
Pajak yang kurang/(lebih) dibayar Rp. N i h i l
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata rugi neto seharusnya adalah Rp.400.000.000,00 dan PPh terutang tetap nihil. Karena berdasarkan hash pemeriksaan tidak ada PPh terutang dan tidak ada kredit pajak maka selanjutnya Dirjen Pajak menerbitkan SKP Nihil.
Rugi Neto Rp.1 .000.000.000,00
PPh terutang Rp. --
Kredit Pajak Rp. --
Pajak yang kurang/(lebih) dibayar Rp. N i h i l
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata rugi neto seharusnya adalah Rp.400.000.000,00 dan PPh terutang tetap nihil. Karena berdasarkan hash pemeriksaan tidak ada PPh terutang dan tidak ada kredit pajak maka selanjutnya Dirjen Pajak menerbitkan SKP Nihil.
3. Surat Tagihan Pajak (STP).
STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa
bunga dan/atau denda (Pasal 1 angka 20 UU KUP). Dengan demikian fungsi STP
adalah untuk melakukan:
·
tagihan pajak dan/atau
·
tagihan sanksi administrasi berupa bunga
dan/atau denda.
Menurut Pasal 14 ayat 1 UU KUP Dirjen dapat menerbitkan STP apabila:
a.
PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b.
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran
pajak sebagal akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c.
WP dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau
bunga;
d.
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e.
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagal PKP yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) UU PPN dan perubahannya, selain:
·
identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau
·
identitas pembeli serta nama dan tandatangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984
dan perubahannya,
dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
f.
PKP melaporkan faktur pajak tidak sesual dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
g.
PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN
1984 dan perubahannya.
A. STP untuk
melakukan Tagihan Pajak.
STP untuk melakukan tagihan pajak dapat diterbitkan dalam
hal:
a.
PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b.
dan hasil penelitian terdapat kekurangan
pembayaran pajak sebagal akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
Yang dimaksud dengan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP yang diterbitkan akibat kasus di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.
Contoh 1:
PPh Pasal 25 Tahun 2012 sebesar Rp.l00.000.000-/bulan jatuh tempo setiap tanggal 15. Bulan Juni 2012, dibayar tepat waktu sebesar Rp.40.000.000,00. Berarti, PPh dalam tahun berjalan kurang dibayar sebesar Rp.6ojuta. Atas kekurangan PPh Pasal 25 tersebut diterbitkan STP pada tanggal 18 September 2012 dengan penghitungan sbb:
Kekurangan bayar PPh Pasal 25
bulan Juni 2012 Rp.60.000.000,00
Bunga = 3 x 2% x Rp.60.000.000,00 p. 3.600.000,00
Jumlah yang harus dibayar Rp.63.600.000,00
Tiga bulan dihitung sejak 1 Juli 2012 sampai dengan 18 September 2012.
Contoh 2:
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2012 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2013 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan PPh kurang bayar sebesar Rp.1.000.000,00.
Misalkan atas kekurangan PPh tersebut diterbitkan STP pada tanggal 12 Juni 2013 dengan penghitungan sbb:
- Kekurangan bayar PPh Rp.1.000.000,00
- Bunga = 6 x 2% x Rpl.000.00000 p. 120.000,00
- Jumlah yang harus dibayar Rp.1.120.000,00
Enam bulan dihitung yaitu sejak tanggal I Januari 2013 s/d 12 Juni 2013.
Yang dimaksud dengan penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan penghitungannya.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STP yang diterbitkan akibat kasus di atas ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya STP.
Contoh 1:
PPh Pasal 25 Tahun 2012 sebesar Rp.l00.000.000-/bulan jatuh tempo setiap tanggal 15. Bulan Juni 2012, dibayar tepat waktu sebesar Rp.40.000.000,00. Berarti, PPh dalam tahun berjalan kurang dibayar sebesar Rp.6ojuta. Atas kekurangan PPh Pasal 25 tersebut diterbitkan STP pada tanggal 18 September 2012 dengan penghitungan sbb:
Kekurangan bayar PPh Pasal 25
bulan Juni 2012 Rp.60.000.000,00
Bunga = 3 x 2% x Rp.60.000.000,00 p. 3.600.000,00
Jumlah yang harus dibayar Rp.63.600.000,00
Tiga bulan dihitung sejak 1 Juli 2012 sampai dengan 18 September 2012.
Contoh 2:
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi tahun 2012 yang disampaikan pada tanggal 31 Maret 2013 setelah dilakukan penelitian ternyata terdapat salah hitung yang menyebabkan PPh kurang bayar sebesar Rp.1.000.000,00.
Misalkan atas kekurangan PPh tersebut diterbitkan STP pada tanggal 12 Juni 2013 dengan penghitungan sbb:
- Kekurangan bayar PPh Rp.1.000.000,00
- Bunga = 6 x 2% x Rpl.000.00000 p. 120.000,00
- Jumlah yang harus dibayar Rp.1.120.000,00
Enam bulan dihitung yaitu sejak tanggal I Januari 2013 s/d 12 Juni 2013.
B. STP untuk menagih Sanksi Admnistrasi Bunga.
Sanksi administrasi berupa bunga dikenakan terhadap WP yaitu sbb:
a. Pasal
8 ayat 2 KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yg mengakibatkan
utang pajak menjadi lebih besar;
b. Pasal
8 ayat 2a KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yg mengakibatkan utang
pajak menjadi lebih besar;
c. Pasal
9 ayat 2a KUP: pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam suatu Masa
Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo;
d. Pasal
9 ayat 2b KUP : pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang terutang
berdasarkan SPT Tahunan PPh dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
penyampaian SPT Tahunan
penyampaian SPT Tahunan
e. Pasal
19 ayat 1 KUP: dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut
ketetapan, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar;
f. Pasal
19 ayat 2 KUP: dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran
pajak;
g. Pasal
19 ayat 3 KUP: dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT Tahunan yang
penghitungan sementara, pajak yang terutang kurang dan jumlah
pajak yang sebenarnya terutang
pajak yang sebenarnya terutang
h. Pasal
14 ayat 1 huruf g: PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a)
UU PPN 1984 dan perubahannya.
UU PPN 1984 dan perubahannya.
Contoh : PT DEF membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2009 pada tanggal 20 Februari 2011, yang semula menyatakan jumlah pajak terutang sebesar Rpl00 juta dan kredit pajak sebesar Rp80juta, dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rpl30 juta dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar Rp30j uta dibayar pada tanggal 18 Februari 2011.
Dan kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi administrasi berupa bunga sesuai dengan Pasal 8 ayat 2 UU KUP sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2010 —20 Februari 2011 = 10 bulan.
DJP menerbitkan STP untuk menagih sanksi administrasi berupa bunga tsb.
C. STP untuk
menagih Sanksi Administrasl Denda
a. Berkaitan
dengan Faktur Pajak.
·
Pasal 14 ayat 1 huruf d: pengusaha yang telah dikukuhkan
sebagal PKP, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak,
tetapi tidak tepat waktu;
·
Pasal 14 ayat I huruf e: pengusaha yang
telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 dan perubahannya, 1.
identitas pembefi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN
1984 dan perubahannya; atau 2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984
dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
·
Pasal 14
ayat I huruf f : PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan
masa penerbftan faktur pajak;
masa penerbftan faktur pajak;
Terhadap pengusaha atau PKP tersebut, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dan Dasar Pengenaan Pajak (Pasal 14 ayat 4 UU KUP).
Contoh : PKP A pada tanggal 30 Mel 2010 menyerahkan BKP dengan harga jual Rp10juta kepada PKP B. Pelunasan dilakukan oleh A pada tanggal 2 Juli 2010 dan bersamaan dengan itu PKP A menerbitkan Faktur Pajak tertanggal 2 Juli 2009.
PKP A terlambat membuat Faktur Pajak Standar yang seharusnya paling lambat tanggal 30 Mel 2010. Apabila keterlambatan tersebut diketahui DJP misal melalui pemeriksaan, maka PKP A dikenal sanksj administrasi berupa denda sebesar 2% x DPP (2% x Rp.10.000 000 00 = Rp.200.000,00) dan penagihannya dilakukan dengan penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP).
b. Berkaitan dengan Penyampaian SPT.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan “Sanksi administrasi berupa denda apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya”.
Pasal 7 ayat (1) UU KUP menyatakan “Sanksi administrasi berupa denda apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya”.
RH In-House Training
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Akuntansi dan Perpajakan
mksh infonya .ayo kunjungi website kampus saya di https://www.atmaluhur.ac.id
BalasHapus