NPWP
DAN PENGUKUHAN PKP
A.
Pengertian
NPWP dan Pengukuhan PKP
NPWP adalah nomor yang diberkan
kepada WP sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan
sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya (Pasal 1 angka 6 UU KUP). NPWP diberikan kepada WP
Orang pribadi atau Badan yang berdasarkan UU PPh dikenai kewajiban perpajakan
atas dirinya sendiri ataupn kewajiban
memungut atau memotong PPh Pihak lain (Withholding
Tax) NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (Sembilan) digit
pertama merupakan Kode WP dan 6(enam) digit berikutnya merupakan Kode
Administrasi Pepajakan.
01.234.567.8 -
999 . 000
Kode WP Kode KPP Kode
cabang
07.234.567.8 - 999 .
999
Kode WP Kode KPP
Kode anggota keluarga WP
Pengukuhan PKP adalah
kewajiban bagi WP sebagai pengusaha yang menyerakan Barang Kena Pajak (BKP)
atau Jasa kena pajak (JKP) atau ekspor BKP yang atas penyerahan atau ekspor BKP
tersebut terutang PPN sebagaimana ditentukan oleh UU PPN 1984. Fungsi Pengukuhan
PKP selain dipergunakan untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya, juga
berguna untuk melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan Pajak Penjualan
Atas Barang Mewah (PPnBM) serta untuk pengawasan administrasi perpajakan.
B. Yang
wajib mendaftarkan diri dan kepadanya diberikan NPWP
Dalam Pasal 2 ayat (1) UU KUP dinyatakan
bahwa :
“Setiap WP yang telah memenuhi
persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan WP dan kepadanya
diberikan NPWP”.
WP adalah Orang Pribadi atau Badan ,
meliputi pembayar pajak, pemotong Pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Yang dimaksud dengan persyaratan
subjektif adalah sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam UU PPh
1984 dan perubahannya.
Sedangkan persyaratan objektif adalah
persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau
diwajibkan untuk melakukan pemotongan
/pemungutan sesuai UU PPh 1984 dan perubahannya.
Timbulnya kewajiban pajak subjektif
sebagaimana diatur dalam UU PPh 1984 dapat diuraikan sebagai berikut :
a.
Orang pribadi sebagai subjek pajak dalam
negeri , dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan, berada, atau
berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia;
b.
Badan, dimulai pada saat badan tersebut
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia.
c.
Orang pribadi atau badan sebagai subjek
pajak luar negeri yang menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia, dimulai
pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjaankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui BUT di Indnesia.
d.
Orang pribadi atau badan sebagai subjek
pajak luar negeri yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di
Indonesia, dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau
memperoleh penghasilan dari Indonesia;
e.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu
kesatuan, menggantkan yang berhak, dimulai pada saat timbulnya warisan yan
belum terbagi tersebut.
WP yang memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif secara formal dijabarkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
20/PMK.03/2008 adalah sebagai berikut :
WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha
atau melakkan pekerjaan bebas, yaitu
pekerjaan yang dilakukan oleh Orang Pribadi yang mempunyai keahlian khusus
sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu
hubungan kerja.
a)
WP Badan yaitu sekumpulan orang dan/atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha, meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun,firma, kongsi, koperasi, dana pension, persekutuan, perkumpulan,yayasan,
organisasi massa, organisasi politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan BUT.
b)
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 143
Tahun 2000 mengenai bentuk badan lainnya disinggung bahwa dalam rangka
pengukuhan pengusaha sebagai PKP, termasuk dalam pengertian bentuk badan
lainnya adalah bentu kerjasama operasi.
c)
WP Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha
atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya sampai
dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP).
Dari Uraian mengenai
kewajiban pajak subjektif dalam UU PPh 1984 diketahui bahwa timbulnya kewajiban
pajak subjektif berlaku bagi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri. Yang membedakan adalah, timbulnya kewajiban subjektif subjek pajak luar
negeri bersamaan dengan timbulnya kewajiban pajak obektif (menjalankan usaha
melalui BUT atau menerima/memperoleh penghasilan). Sementara itu dalam
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, tidak diatur mengenai
kewajiban mendaftarkan diri bagi subjek pajak luar negeri. Kiranya menjadi
jelas bahwa yang dimaksud dengan memenuhi
persyaratan subjektif dalam pasal
2 angka 1 UU KUP adalah persyaratan subjektif orang pribadi atau badan sebagai
subjek pajak dalam negeri. Dan memang
demikian kelazimannya.
Kewajiban mendaftarkan
diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah
karena hidup berpisah berdasarkan
keputusan hakim atau dikehendaki secara
tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta (PP Nomor
80 Tahun 2007).
Warisan yang belum
terbagi dalam kedudukannya sebagai Subjek Pajak menggunakan NPWP dari WP Orang
Pribadi yang meninggalkan warisan tersebut.
C.
Yang
Wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjad PKP
Dalam pasal 2 ayat
2(dua) UU KUP disebutkan bahwa :
“Setiap
WP sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan
perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor DJP yang wilayah kerjanya
meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan
usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi PKP”.
Pengusaha
adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha
atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean (Pasal 1 butir 4 UU KUP).
Dalam
Pasal 1 butir 15 UU PPN 1984, PKP adalah pengusaha yang melakukan penyerahan
BKP atau penyerahan JKP yang dikenakan pajak berdasarkan UU ini, tidak termasuk Pengusaha Kecil ,
kecuali Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Dalam UU PPN 1984 pengusaha yang
melakukan penyerahan BKP dan atau penyerahan JKP yang tergolong pegusaha kecil
tidak diwajibkan untuk dikukuhkan
sebagai PKP. Batasan Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun
buku melakukan penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah peredaran bruto dan
atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 600.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Disamping itu dalam
pasal 3A ayat 1 UU PPN 1984 disebutkan bahwa, yang wajib melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP selain pengusaha yang menyerahkan BKP atau JKP, juga termasuk pengusaha yang
melakukan ekspor BKP.
D. Jangka waktu pendaftaran dan/atau
melaporkan usaha.
Jangka
waktu pendaftaran dan pelaporan usaha diatur sebagai berikut :
·
WP Orang Pribadi yang menjalankan usaha
atau melakukan pekerjaan bebas dan WP Badan, wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lama 1 (satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Saat usaha mulai dijalankan adalah saat pendirian, atau saat usaha/pekerjaan
bebas nyata-nyata mulai dilakukan.
·
WP orang pribadi yang tidak menjalankan
usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas, apabila jumlah penghasilannya
sampai dengan suatu bulan yang disetahunkan telah melebihi PTKP, wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan
berikutnya.
Jangka
waktu pelaporan usaha :
·
WP yang memenuhi ketentuan sebagai PKP,
wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan
penyerahan BKP dan/atau JKP;
·
Pengusaha kecil, yang memilih sebagai
PKP atau tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu bulan dalam suatu
tahun buku jumlah nilai peredaran bruto atas penyerahan BKP melampaui batasan
yang ditentukan sebagai pengusaha kecil.
E. Tempat pendaftaran dan pelaporan
usaha.
a.
WP mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP ke kantor pelayanan Pajak(KPP) yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tingal bagi WP Orang pribadi dan tempat kedudukan bagi WP badan atau ke
KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.
WP orang pribadi yang menjalankan
usaha atau melakukan pekerjaan bebas di beberapa tempat atau mempunyai tempat
usaha yang berbeda alamat dengan tempat tinggal, selain mendaftarkan diri ke
KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal juga mendaftarkan diri ke KPP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat-tempat kegiatan usaha WP.
Dalam hal tempat
tinggal, tempat kedudukan, atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak berada dalam
2 (dua) atau lebih wilayah kerja KPP, Dirjen pajak dapat menetapkan KPP tempat
WP terdaftar.
A. Tempat pendaftaran WP Orang Pribadi
pengusaha tertentu
“Dirjen Pajak dapat menetapkan tempat pendaftaran
pada kantor DJP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal dan kantor DJP yang
wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan, bagi WP Orang
Pribadi pengusaha tertentu”. (Pasal 2 ayat 3 huruf b UU KUP)
WP Orang Pribadi
pengusaha tertentu, yaitu WP Orang Pribadi yang mempunyai usaha sebagai
pedagang eceran barang maupun jasa serta mempunyai tempat usaha tersebar di beberapa tempat, misalnya pedagang
elektronik yang mempunyai toko di
beberapa pusat perbelanjaan, di samping wajib mendaftarkan diri pada kantor DJP
yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal WP, juga diwajibkan mendaftarkan
diri pada kantor DJP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha WP dilakukan.
B. WP
sebagai PKP melaporkan usahanya eke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat
kegiatan usaha WP atau ke KPP tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
F. Penerbitan NPWP dan/atau Pengukuhan
PKP secara jabatan diatur dalam Pasal 2 ayat (4) UU KUP, yang berbunyi :
“Dirjen Pajak menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan
PKP secara jabatan apabila WP atau PKP tidak melaksanakan kewajibannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat(2)”.
Penerbitan NPWP
dan/atau pengukuhan PKP secara jabatan dilakukan apabila berdasarkan data yang
diperoleh atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata Orang Pribadi atau Badan
atau Pengusaha tsb. Telah memenuhi syarat untuk memperoleh NPWP dan/atau
dikukuhkan sebagai PKP.
“Kewajiban perpajakan
bagi WP yang diterbitkan NPWP dan/atau yang dikukuhkan sebagai PKP secara
jabatan dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan Subjektif dan Objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan, paling lama 5
(lima) tahun sebelum ditebitkanya NPWP dan/atau dikukuhkanya sebagai PKP”.
(Pasal 2 ayat (4a) UU KUP.
Misalkan terhadap WP
diterbitkan NPWP secara jabatan pada tahun 2013, maka kewajiban perpajannya
dihitung sejak tahun 2008 sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
berdasarkan data yang ada.
G.
Sanksi berkaitan dengan kewajiban mendaftarkan
diri dan melaporkan usaha.
Sanksi berkaitan dengan tidak dipenuhinya
kewajiban mendaftarkan diri dan melaporkan usahanya dapat berupa sanksi
administrasi atau sanksi pidana.
Sanksi administrasi adalah berupa bunga 2% per bulan paling
lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB
sebagaimana diatur dalam pasal 13 ayat 2
UU KUP. Sanksi pidana diatur pada pasal 39 ayat 1 huruf a dan b yang berbunyi :
a.
Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya
untuk dikukuhkan sebagai PKP.
b.
Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa
hak NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP;
Pidana tersebut
ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan (Pasal 39
ayat 2 UU KUP).
Dalam pasal 39 ayat 3
dinyatakan bahwa setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau pengukuhan PKP,
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak
atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam)
bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi pengkreditan yang
dilakukan.
H. Penghapusan
NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP
Penghapusan NPWP adalah tindakan
menghapus NPWP dari tata usaha KPP. Penghapusan NPWP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha
perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan
WP yang bersangkutan. Berdasarkan Pasal 2 ayat 6 UU KUP dan Peraturan Menteri
keuangan Nomor 20/PMK.03/2008, penghapusan NPWP dilakukan apabila:
1.
Diajukan permohonan penghapusan NPWP
oleh :
a.
WP dan/atau ahli warisnya karena WP
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
b.
WP badan dalam rangka likuidasi atau
pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha:
c.
Wanita yang sebelumnya telah memiliki
NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan;atau
d.
WP BUT menghentikan kegian usahanya di
Indonesia.
2.
Dianggap perlu oleh Dirjen pajak untuk
menghapuskan NPWP dari WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Penghapusan NPWP bagi
wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan dapat dilakukan dalam hal suami dari wanita
tersebut telah terdaftar sebagai WP.
Selanjutnya dalam pasal
2 ayat (7) UU KUP dan pasal 7 Peraturan Menteri Keuangan nomor 73/PMK.03/2012
dinyatakan bahwa “Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan atau
verifikasi harus memberikan keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam
jangka waktu 6 (enam) bulan untuk wajib pajak orang pribadi atau 12 (dua belas)
bulan untuk Wajib Pajak badan, sejak tanggal permohonan Wajb Pajak dierima
secara lengkap”.
Apabila jangka waktu
tersebut telah lewat dan Dirjen Pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan penghapusan NPWP itu dianggap
dikabulkan, dan Dirjen Pajak harus menerbitkan surat keputusan penghapusan NPWP
dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu berakhir
(Per.Menkeu 73/PMK.03/2012).
Penghapusan NPWP dilakukan apabila utang pajak
telah dilunasi atau hak untuk melakukan penagihan telah kadaluwarsa, kecuali
dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa utang pajak tersebut tidak dapat atau
tidak mungkin ditagih lagi, antara lain karena:
a.
WP Orang Pribadi meninggal dunia dan
tidak meninggalkan warisan serta tidak mempunyai ahli waris atau ahli waris
tidak dapat ditemukan;atau
b.
WP tidak mempunyai harta kekayaan
Pencabutan pengukuhan PKP
‘Dirjen Pajak karena jabatan atau atas pemohonan WP dapat
melakukan pencabutan pengukuhan PKP”. (Pasal 2 ayat 8 UU
KUP). Pencabuan pengukuhan PKP hanya ditujukan untuk kepentingan tata usaha
perpajakan, dan tidak menghilangkan kewajiban perpajakan yang harus dilakukan
PKP yang bersangkutan.Pencabutan pengukuhan PKP dapat dilakukan karena jabatan
atau atas permohonan WP.
Selanjutnya pasal 2 ayat(9) UU KUP
mengatakan “Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan
keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP dalam jangka watu 6 (enam)
bulan sejak tangal permohonan diterima secara lengkap”.
Apabila jangka waktu tersebut telah
lewat, Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Pencabutan
Pengukuhan PKP diangap dikabulkan dan surat Keputusan mengenai Pencabutan PKP
harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut
berakhir.
Pencabutan
Pengukuhan PKP tersebut dapat dilakukan
dalam hal :
·
PKP pindah alamat ke wilayah kerja KPP
lain;atau
·
Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai
PKP atau termasuk PKP yang jumlah peredaran dan/atau penerimaan brutonya untuk
suatu tahun buku tidak
melebihi batas jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto untuk Pengusaha
kecil.
RH In-House Training
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Akuntansi dan Perpajakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar